Senin, 08 Desember 2014

Petualangan Aa Ruslie : Bertemu Ferdinand Sinaga







Pagi yang dingin. Angin dingin. Hari yang dingin. Titik air bekas hujan semalam menempel malu-malu di permukaan dedaunan. Matahari malas beranjak dari peraduannya. Sebentar terang, sekejap menghilang. Namun tidak menyurutkan langkahku beranjak dari belaian si cantik mimpi. Kaki tegar, melangkah. Melompat kecil menghindari cileuncang.

Kaki melepas lelah, di depan Dago Cikapayang. Orang-orang lalu lalang, berjalan kaki, bersepeda memasuki car free day Dago. Lelah terbayar oleh alunan lagu Raisa yang membelah Jalan Dago. Meluncur ke Dago atas, berhenti di depan SMA 1 Bandung. Tepat di bawah jembatan aku melihat sesosok tubuh penuh tato, rambut pendek, berbaju Persib dengan nomor punggung 17 dengan nama Ferdinand di atasnya. Otak langsung bekerja. “Wah... Ferdinand Sinaga?”

Tanpa basa basi. Dengan langkah kilat. Aku buru sosok itu. Sedikit SKSDA (Sok Kenal Sok Dekat Sok Akrab) aku sapa lelaki itu.
“Wilujeung Enjing! Kang Ferdinand nya?”
“Oh.. Wilujeung Enjing! Betul saya Ferdinand. Siapa ya?”
“Oh... Saya Aa Ruslie, tapi bukan Aa Gym, bobotoh Persib, penggemar anda.”
Tanpa ba... bi... bu.. Aku ajak Ferdinand berselfie ria. Kemudian aku ajak duduk di atas trotoar.

Dengan lagak seperti Jeremi Teti... eit Jangan-jangan.Terlalu alay. Dengan gaya Aiman penyiar Kompas TV aku bertatap muka dengan Ferdinand Sinaga.
“Punteun Kang! Kenapa Kang Ferdinand ada di sini? Bukannya sudah di Sriwijaya FC (SFC)?”
Jadi teu meunang saya ada di sini?” Tiba-tiba Ferdinand morongos.
“Eh...Punteun Kang sanés kitu.”
“Lah bohong manéh mah. Begini juga saya sudah bawa Persib juara.”
Sebelum Ferdinand mengamuk lebih hebat aku buru-buru panggil tukang susu Pangalengan yang kebetetulan lewat. Apes... Keur teu boga duit teh kudu ngamodal. Tapi baelah nu peunting mah Ferdiand teu ambeuk-ambeukan. Setelah diberi segelas susu kecil Pangalengan muka Ferdinand rada berseri-seri.
“Enak. Beli lagi dong!”
Aku terpaksa membelikan segelas lagi.
“Kamu ga minum?”
“Tidak,” jawabku pelan. Padahal tenggorokan mah ngeuclak, kabita. Tapi apa daya duit tak ada. Datang ke sini juga jalan kaki. Mapay-mapay jalan kandaraan. Cape pisan.
“Bagaimana perasaan.....”
Sebelum aku menyelesaikan pertanyaan terdengar dari kejauhan seseorang berteriak,’Ferdinand... Ferdinand...!” Ferdinand menoleh.
“Kemana saja aku cari-cari?” tanya orang itu.
“Dari tadi aku di sini. Sedang wawancara,” jawab Ferdinand.
Orang itu melirik kepadaku. Aku tersenyum sambil sedikit kaget.
“Iya Ferdinand Sinaga sedang wawancara dengan saya.” Tanpa diminta aku menerangkan.
“Ferdinand Sinaga? Ini Ferdinand Sinaga?”
‘Iya...,” jawabku.
“Ha.... ha.... ha....” Orang itu tertawa ngakak.
“Ini mah bukan Ferdinand Sinaga Kang. Tapi Ferdinand Sicacing.” Orang itu kembali tertawa.
“Jadi akang bukan Ferdinand Sinaga?” Aku mencoba meyakinkan.
“Iya saya mah Ferdinand Sicacing.”
Naha atuh ngaku Ferdinand Sinaga pemain Persib?”
“Ya salah akang. Saya emang Ferdinand. Pemain Persib P. Persatuan Sepak Bola Indonesia Balad Persib.”
“Bedul téh atah adol. Hanas pang meulikeun susu.”
“Tong bendu kang. Hatur nuhun susuna.” Ferdinand Sicacing nyeungir
Aku marah besar tetapi terpendam. Dan karasa eungap.
“Ayo Kang, pergi dulu!” Ferdinand Sicacing dan temannya meninggalkanku. Aku kesal, marah, dan bodoh. Tahu Ferdinand sudah di SFC masih tetap nyangka di Persib. Ferdinand sudah bukan darah biru lagi tetapi sudah darah hijau alias mata du....an.

Dalam kekesalanku aku masih dapat menatap Ferdinand Sicacing dan kawannya pergi. Anehnya, dalam pikiranku berkecamuk, kok wajah temannya Ferdinand seperti wajah penyanyi band papan atas asal Bandung. Siapa ya? Mau tahu? Tunggu kelanjutannya di petualangan Aa Ruslie berikutnya.

Tidak ada komentar: